"Rasakanlah kerendahan saat
engkau ruku’ dalam shalat. Karena engkau meletakkan jiwamu pada asalnya, yakni
tanah. Mengembalikan cabang ke pokoknya, dengan cara bersujud ke tanah yang
darinya engkau diciptakan.” (Imam Al Ghazali)
Saudariku,
Tak jarang bosan dan jenuh kerap
menyapa saat diri ini beruasaha memelihara amal-amal ketaatan. Merasa berat dan
tak semangat lagi untuk meneruskan amal shalih yang sudah pernah kita pahat
dalam jenak-jenak hidup yang lampau. Padahal, amal shalih itu seharusnya
menambah kuat energi pelakunya, untuk terus melakukan lebih banyak lag
keshalihan. Amal-amal ketaatan itu sejatinya membuat hidup diri ini lebih indah
dan lebih bersemangat.
Hasan Al Bashri rahimahullah
member nasehat tentang mengapa amal-amal shalih dan ketaatan itu suatu saat
bisa tidak member pengaruh dan menambah semangat si pelaku. Beliau berkata,
“carilah kemanisan hidup ini dalam tiga perkara, dalam shalat, dalam dzikir,
dan dalam membaca Al Qur’an. Jika kalian tidak mendapatkannya, maka ketahuilah
bahwa pintunya dalam keadaan tertutup.”
Pintu tertutup itu adalah pindtu
hati yang ditutup oleh pemiliknya sendiri. Jika diibaratkan, maka dzikir kepada
Allah adalah pintu yanglebar dan besar yang selalu terbuka dan menghubung kan
antara Allah dan hamba-Nya. Pintu yang akan selalu terbuka,s elama tidak
ditutup sendiri oleh hamba-Nya denagn kelalaiannya.
Mungkin, suasana semacam inilah
yang kerap terjadi pada diri ini. Yang merasa sulit mendapatkan ‘tenaga’ dari
amal-amal shalih yan gkita lakukan. Yang merasa susah mendapatkan ruh yang
hidup tatkala melakukan amal shalih. Yang justru merasa berat menumbuhkan rasa
dekat dengan Allah melalui amal-amal ibadah.
Banyak keadaan yang menjadi
pematik kondisi semacam itu. Antara lain, diri ini terlalu lalai untuk
melibatkan unsur batin dalam mengerjakan amal-amal ketaatan tadi. Ketika ibadah
hanya sampai pada ‘kulitnya’ saja, tidak sampai menghayati isinya. Ketika ibadah hanya dilakukan sebatas
gerakan-gerakan belaka, tanpa menghadirkan hati, perasaan, dan pikiran kita di
sana. Lalu, amal-amal ibadah kita menjadi kering.
Imam Al Ghazali banyak
menguraikan makna-makana batin yang seharusnya ada dalam hati kita saat kita
melakukan amal ibadah. Kata beliau, “Hendaknya setiap amal ibadah dilakukan
dengan suasana hudhurul qalb (kehadiran hati).” Atau dengan kata lain, berusaha
menyertai amal-amal shalih secara lahir dengan amal-amal batin.
Saat melakukan ruku’ dan sujud
dalam shalat misalnya. Imam Al Ghazali mengatakan, “Rasakanlah kerendahan saat
engkau ruku’ dalam shalat. Karena engkau meletakkan jiwamu pada asalnya, yakni
tanah. Mengembalikan cabang ke pokoknya, dengan cara bersujud ke tanah yang
darinya engkau diciptakan.”
Meresapi nasihat itu tatkala diri
ini ruku’ dan bersujud, maka seharusnya diri ini akan merasa sebaga makhluk
yang sangat rendah dan hina di hadapan Allah. Kondisi seperti inilah yang
menghasilkan kekhusyu’an dala m shalat dan kekhusyu’an itulah yang mempengaruhi
amal-amal lahir kita di dalam maupun di luar shalat.
Demikianlah pola berfikir dan
beramal para shalafushalih, yang tak terkungkung pada bentuk-bentuk lahir
sebuah amal maupun perintah. Mereka tak hanya memandang suatu amal atau
perintah Allah sebagai amalan fisik yang harus dikerjakan saja. Namun, mereka
berusaha mengatkan itu semua dengan keadaan lain melalui sentuhan tafakur dan
hati yang hidup.
*Disarikan dari buku “Mencari Mutiara di Dasar
Hati”, Muhammd Nursani, 2004.
0 comments:
Post a Comment