Pernahkah anda berpikir sejenak, apa
yang telah anda raih di dunia? Keluarga, pendidikan, karier, status
sosial, ketenaran.... Saya, dan barangkali juga anda saudariku
Muslimah, mungkin terjebak dalam lingkaran itu. Yang bernilai di mata
kita adalah harta, dan berbagai perhiasan dunia. Yang mempesona hati
kita adalah karier yang terus menanjak, status sosial yang tinggi, yang
membanggakan bagi kita adalah pendidikan tinggi, dan lebih bangga lagi
jika itu pendidikan luar negeri, yang menggembirakan hati kita adalah
anak-anak yang berhasil dalam pendidikan dan hidup mereka serba
kecukupan. Bercerita tentang keberhasilan kita dalam kehidupan duniam,
kita menjadi berapi-api.
Sebaliknya,
mempertahankan rasa malu bagi kita bukan sesuatu yang membanggakan.
Sangat sedikit di kalangan kaum Muslimah yang bangga dengan status yang
disandangnya sebagai wanita Muslimah, yang ditunjukkan dengan
identitasnya, lebih khusus lagi dengan pakaiannya. Sangat sedikit di
antara kita yang rela menyelisihi sebagian besar wanita untuk berhias,
dan menutup tubuhnya rapat-rapat dari pandangan orang lain. Dan di
antara yang sedikit itu, lebih sedikit lagi yang bersungguh-sungguh
dalam mengenakan hijabnya karena berharap ridha Rabb-nya.
Kisah
berikut ini mungkin bisa menjadi pelajaran bagi kita, saya dan anda,
bahwa seluruh nikmat yang telah kita raih, keberhasilan yang kita capai
sangat tidak berarti apa-apa, dibandingkan dengan seorang wanita hitam
yang datang mengadu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Dari Atha bin Abi Rabbah: “Telah berkata kepadaku Abdullah bin Abbas: “Maukah engkau aku perlihatkan seorang wanita penghuni surga?” maka aku berkata : “tentu!”. Kemudian ‘Abdullah berkata: “Wanita hitam dia pernah mendatangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam lalu ia berkata: “ aku kena penyakit ‘usro’u (ayan/epilepsy), jikalau penyakitku kambuh auratku tersingkap. Maka do’akanlah kepada Allah agar sembuh penyakitku”. Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berkata: “jikalau aku do’akan kepada Allah, pasti kamu akan sembuh. Akan tetapi jikalau kamu sabar maka bagimu surga”. Maka wanita hitam itu berkata: “Ashbiru (aku akan sabar), akan tetapi do’akan kepada Allah agar tiap kali kambuh penyakitku, auratku tidak tersingkap”. Maka Nabi pun mendo’akannya.” (HR Bukhari Muslim)
Seorang
wanita hitam yang entah berasal dari mana, dengan penyakit
kejang-kejangnya, di zaman sekarang akan menjadi orang yang dipandang
sebelah mata. Bahkan mungkin tidak akan dilirik sama sekali. Tapi tidak
dengan wanita ini. Sungguh wanita hitam ini lebih baik, bahkan jauh
lebih baik dan lebih mulia dari wanita manapun yang mengaku paling
bahagia di zaman sekarang ini.
Dalam muhadharahnya mengenai Kisah Wanita Penghuni Surga,
Syaikh Abdur Rozzaq bin Abdul Muhsin al-Badr menjelaskan, bahwa wanita
hitam ini memiliki iman dan ketulusan dalam imannya, agamanya kuat
serta memiliki rasa malu yang sangat tinggi. Akan tetapi dia diuji oleh
Allah dengan ditimpa penyakir usra’u yang menyebakannya pingsan dan
kejang-kejang yang membuatnya sedih dan mengganggunya. Maka wanita ini
pun datang kepada Nabi shallallahu alaihi waswallam agar berdoa kepada
Allah, agar Allah subhanahu wa ta’ala menyembuhkan penyakitnya dan
menghilangkan kegelisahan yang dialaminya selama ini. Akan tetapi Nabi
shallallahu alaihi wasallam mengarahkan wanita ini akan sesuatu yang
lebih baik dari kesembuhan, yaitu jika sang wanita tersebut sabar dengan
ujian yang dihadapinya maka dia akan mendapatkan surga dari Allah
subhanahu wa ta’ala.
Tatkala
mendengar arahan dari Nabi maka wanita ini pun memilih untuk bersabar
agar dia dapat meraih surga, agar dia dapat memperoleh kesudahan yang
sangat indah, dan dia akan mendapatkan surga dengan jaminan Nabi
shallallahu alaihi wasallam jika dia bersabar. Maka dia pun bersabar
dengan penyakit yang dia rasakan. Akan tetapi dia mengeluhkan kepada
Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang perihal yang dialaminya
tatkala dia sedang pingsan, yakni terbukanya sebagian auratnya. Padahal
wanita ini tatkala sedang pingsan, dia mendapatkan uzur karena dia
sedang sakit, dia tidak dapat melakukan apa-apa dan itu diluar kehendak
dia. Akan tetapi karena kuatnya imannya dan rasa malunya yang sangat
tinggi dan sucinya hatinya, maka kondisi yang seperti ini membuat dia
gelisah. Oleh karenanya wanita ini pun meminta kepada Nabi dan
mengabarkan kepada Nabi shallallahu alaihi waswallam tentang perihalnya
dan berkata: “إِنِّي أَتَكَشَّفُ Maknanya, setiap kali aku pingsan
maka auratku pun tersingkap. Dan ini perakara yang dia tidak bisa
bersabar karenanya. Wanita ini bisa bersabar menghadapi penyakit, akan
tetapi dia tidak bisa bersabar terhadap sebagaian anggota tubuhnya yang
tersingkap ketika penyakitnya kambuh. Karenanya dia meminta kepada
Nabi shallallahu alaihi wasallam agar Allah menutup auratnya tatkala
dia sedang pingsan. Maka Nabi pun mendoakan wanita ini, sehingga Allah
subhanahu wa ta'ala tetap menjaga auratnya ketika dia pingsan, karena
doa Nabi shallallahu alaihi waswallam.
Kisah
wanita ini kisah yang sangat agung dan sangat menakjubkan, menjelaskan
akhlak yang mulia dan sifat-sifat yang indah yang dimiliki wanita ini,
rasa malu dan bersihnya hatinya. Perhatikanlah wanita ini berkata:
“Wahai Raulullah sesungguhnya aku (ketika penyakitku kambuh) terbuka
sebagian auratku, berdoalah kepada Allah agar tertutup auratku.”
Padahal terbukanya sebagian anggota tubuhnya ini diluar kehendaknya,
karena dia sedang tidak sadar. Akan tetapi meskipun dia tidak sadar dan
mendapat uzur dari Allah, hal ini membuat dia menjadi gundah gulana,
membuatnya gelisah. Jika penyakit yang menimpanya, dia masih bersabar.
Akan tetapi kondisi yang tebuka aurtanya, dia tidak bersabar, dan
mengadukan kepada Nabi shallallahu alaihi waswallam.
Lalu
bagaimana dengan keadaan sebagian wanita saat ini? Yang dengan sengaja
menampakkan keelokan tubuhnya? Sengaja memperlihatkan bagian tubuhnya
yang memfitnah para lelaki. Dengan sadar bahkan dengan sengaja dan
tidak perduli, tidak ada rasa malu dan tidak ada rasa iman. Bukankah
banyak wanita yang telah mendengarkan firman-firman Allah subhanahu wa
ta’ala, dan telah mendengarkan hadits-hadits Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam tentang larangan untuk bertabarruj dan memamerkan
aurat. Bukankah telah banyak ancaman dari Allah dan Rasulullah
shallallahu alaihi waswallam tentang wanita yang menampakkan aurat
dengan sengaja. Akan tetapi para wanita tersbut tetap tidak perduli
dengan larangan-larangan Allah dan Rasul-Nya dan tetap menampakkan
keindahan tubuhnya.
Sungguh,
wanita hitam ini lebih baik, bahkan jauh lebih baik dari siapapun di
antara kita. Jika dia malu dan tidak ridha auratnya tersingkap manakala
dia tidak sadar, sebagian wanita di zaman sekarang justru dengan sadar
dan tanpa rasa malu menyingkap auratnya padahal dia tahu akan
kewajiban menutup aurat. Ketika dia gelisah dan tak dapat bersabar atas
auratnya yang tersingkap, sebagian kita justru lebih sabar menghadapi
tatapn ‘penuh makna’ secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi dan
siulan laki-laki di pinggir jalan karena pakaiannya yang
mempertontonkan auratnya dan menampilkan keindahan tubuhnya.
Ya,
dengan alasan dunia sebagian muslimah zaman sekarang menanggalkan rasa
malu jauh di belakang. Menganggap hijab hanya akan menghalangi langkah
dalam meniti karier, menghambatnya meraih pendidikan dengan gelar
tertinggi, menghalanginya dari pergaulan, kemajuan dan gemerlapnya
hidup. Jika wanita hitam ini memiliki penyakit jasmani, maka kita
memiliki penyakit yang lebih berbahaya, lemahnya iman dan hilangnya
rasa malu.
Sebagian
kita tidak punya rasa malu! Keliru, mungkin punya rasa malu, tapi rasa
malu itu diletakkan di tempat yang salah! Sebagian wanita malu
mengenakan hijab syar’i karena anggapan ketinggalan zaman, kuno,
fanatik, dan terlihat menyedihkan seperti perempuan dalam kurungan.
Sebaliknya mereka tidak malu ketika menampakkan sebagian anggota tubuh,
berlenggak-lenggok dengan pakaian ketat yang seolah hendak melontarkan
bagian-bagian tubuh yang ada di baliknya, menjadikan dirinya obyek
yang bisa dilihat oleh siapa saja yang menghendaki. Bahkan jilbab pun
dimodifikasi agar dapat tetap mempertontonkan keindahan tubuh seorang
wanita.
Sungguh
wanita hitam ini jauh lebih baik. Dia bukanlah wanita dengan sederet
gelar di belakang namanya, bukan pula wanita dengan status sosial yang
tinggi di masyarakat, bukan pula wanita karier yang sukses. Akan tetapi
yang dimilikinya jauh lebih berharga, jauh lebih bernilai dari semua
itu. Dia punya iman! Dia punya kesucian hati! Dia punya rasa malu! Dia
lebih memilih bersabar dari penyaktinya dan hanya meminta didoakan agar
auratnya tidak terlihat ketika penyaktinya kambuh. Sebuah pilihan yang
membuahkan surga. Sedangkan kita...?? Sebagian kita, ketika dibacakan
hadits tentang dua golongan penghuni neraka dan merka tidak akan
mencium bau surga - yang salah satunya adalah wanita yang berpakaian
tapi telanjang – hanya mendengarkan dengan roman tak perduli. Dengan
sadar memilih bermaksiat terang-terangan dengan mengumbar aurat, yang
telah jelas mendapat ancaman neraka. Lalu bagaiman kita bisa berharap
sampai pada kedudukan wanita hitam ini? Bagaimana kita berharap
mendapatkan ampunan dari Allah sedangkan Rasulullah telah bersabda:
“Setiap ummatku dimaafkan kecuali mereka yang terang-terangan” (HR Bukhari)
Kita
bukanlah apa-apa. Kita hanya meraih sedikit dari limpahan nikmat yang
Allah Ta’ala tebarkan di muka bumi. Celakanya, kita hampir tidak
memiliki bagian apa-apa dari kenikmatan surga yang jauh lebih besar dan
abadi. Kita tidak punya keimanan dan rasa malu seperti yang dimiliki
wanita hitam itu. Kita tidak mendapatkan jaminan surga seperti wanita
hitam itu, dan usaha yang kita lakukan untuk meraih surga pun sangat
kecil dan tidak berarti apa-apa, sangat tidak sebanding dengan usaha
kita mendapatkan dunia.
http://www.khayla.net/2011/09/sungguh-wanita-hitam-itu-lebih-baik.html