Pages

Friday, April 6, 2012

Konsekuensi Penghambaan

Yusuf Qardhawi : prinsip kedua tentang hukum halal dan haram adalah penghalalan dan pengharaman hanyalah wewenang Allah. Manusia tidak berhak membantah atau melanggar. Itu adalah hak rububiyah Allah sekaligus konsekuensi penghambaan kepada-Nya. Meskipun demikian, sebagai wujud dari rahmat-Nya, maka dijadikan halal dan haram itu karena alasan yang masuk akal, jelas, dan kuat demi kemaslahatan manusia itu sendiri. artinya, yang dihalalkan Allah pasti baik dan yang diharamkan pasti buruk.

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah" QS Al- Hasyr 7

Dalam kaidah ushuul fiqh : pola 'larangan' (an-nahyu) itu menyebabkan (sesuatu hal) itu dihukumi sebagai hal yang haram. otomatis kaidah ini juga berlaku untuk pola 'perintah'. dalam ayat diatas kata 'terimalah' berpola perintah, dan 'tinggalkanlah' berpola larangan.

( apakah kata 'hendaknya' itu juga termasuk pola 'perintah' yang artinya dihukumi wajib?)

Kalau memang suatu perkara itu dihukumi wajib atau suatu perkara itu dilarang, maka manusia memang harus melakukannya atau meninggalkannya tanpa reserve, meskipun tidak tahu manfaat dan mudharatnya. Dahulu, orang Islam hanya memahami alasan pengharaman babi karena kotor dan menjijikkan. Seiring perkembangan zaman, ilmu pengetahuan berhasil mengungkap bahwa dalam daging babi terdapat cacing pita. Nah, berubah dong alasan pengharamannya? karena perkembangan zaman lagi, bukan tidak mungkin daging ini bisa dibersihkan dari cacing. Nah, apakah serta merta babi jadi halal? enggak kan?

Kesimpulannya, syariat diturunkan untuk menguji ketaatan hamba.. dan tidak selamanya hamba harus mengetahui manfaat atau mudharatnya.

referensi:
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam
Mochamad Ilyas, Lc., MA. , Diktat ringkasan Ushul Fiqh
diambil dari sini

0 comments:

Post a Comment

 
Powered by Blogger